Assalamualaikum wr.wb
Kali ini saya akan menguraikan 4 teori masuknya Islam ke Nusantara(Indonesia) . Mari kita simak penjelasan di bawah ini .
Sejarah masuknya Islam terbagi beberapa teori yaitu
1. Teori Mekkah
Sejak masuk ke Indonesia, agama Islam terus berkembang dan menjadi agama terbesar yang dianut oleh masyarakat Indonesia.Perkembangan dan pertumbuhan begitu cepat dan masif melalui proses yang panjang sejak kedatangan hingga sekarang.
Dalam teori Mekkah dijelaskan bahwa masuknya Islam ke Indonesia berasal dari Mekkah.Tokoh yang mengemukan teori Mekkah adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal sebagai Buya Hamka .
Buya Hamka terus menguatkan teori Mekkah yang merupakan masuknya Islam ke Nusantara. Dalam seminar Sejarah Masuknya Agama Islam di Indonesia pada 1963, Buya Hamka menjelaskan jika teori tersebut dengan mendasarkan pandangannya pada peranan bangsa Arab sebagai pembawa agama Islam ke Indonesia, kemudian diikuti oleh orang Persia dan Gujarat.Gujarat dinyatakan sebagai tempat singgah, dan Mekkah sebagai pusat atau Mesir sebagai tempat pengambilan ajaran Islam.
Pada abad ke-13 di Nusantara sudah berdiri suatu kekuatan politik Islam. Maka sudah tentu Islam masuk jauh sebelumnya yakni abad ke-7 masehi atau abad pertengahan hijriyah.Hal itu dibuktikan setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW pada 632 M dan kepemimpinan Islam dipegang oleh para khalifah.
Pada kepemimpinan khalifah, agama Islam mulai disebar lebih luas. Hingga abad ke-8, pengaruh Islam telah menyebar ke seluruh Timur Tengah, Afrika Utara, dan Spanyol. Pada Dinasti Umayyah, pengaruh Islam semakin meluas hingga ke Nusantara .
Teori Mekkah tersebut dipertegas oleh T.W Arnold, seorang orientalis dan sejarawan dari Inggris . Ia berpendapat para pedagang Arab juga menyebarkan Islam ketika mereka dominan dalam perdagangan Barat-Timur sejak abad awal hijriyah atau abad ke-7 dan ke-8 .
Dalam sumber tersebut ,Orang-orang Arab tersebut melakukan perkawinan dengan wanita lokal, sehingga membentuk komunitas muslim yang terdiri dari orang-orang Arab pendatang dan penduduk lokal.Mereka juga melakukan kegiatan-kegiatan penyebaran Islam.
Buya Hamka yakin bahwa Islam masuk ke Nusantara berasal dari daerah Timur Tengah.Ia mempunyai argumentasi lain, yaitu pengamatan pada madzhab Syafi'i yang merupakan madzhab istimewa di Mekkah dan punya pengaruh terbesar di Indonesia.
Analisistersebut yang menjadikan Buya Hamka berbeda dengan sejarawan barat atau orientalis. Pengamatan ini yang dilupakan para sejarawan barat sekalipun menggunakan sumber yang sama, yakni laporan kunjungan Ibnu Battutah ke Sumatera dan Cambay.
2.Teori gujarat
TEORI kedua yang menjelaskan masuknya Islam Indonesia ialah teori Gujarat. Teori ini menyatakan bahwa Islam masuk di Indonesia bukan berasal dari Arab atau Mesir-Afrika tetapi berasal dari Gujarat, India sekitar abad ke-13 M, dibawa oleh orang-arang yang menjalin kontak dagang antara kedua belah negeri. Boleh jadi melalui orang-orang Gujarat yang membawa barang-barang dagangan ke anak-anak Nusantara, tetapi boleh jadi anak-anak Nusantara yang membawa hasil-hasil pertanian dan rempah-rempah ke sana ikut serta mendalami ajaran Islam, lalu membawa pulang ke negerinya, atau kedua belah pihak sama-sama aktif mengembangkan ajaran agama baru ini di Indonesia.
Teori ini didukung oleh Snouck Hurgronje dan J. Pijnapel, dua ilmuan Belanda yang ahli tentang sejarah Timur Hindia. Teori ini juga didukung oleh sejumlah ilmuan Eropa dan Amerika lainnya, sehingga dalam buku-buku sejarah yang ditulis para orientalis, hampir sepakat mengatakan Islam baru tiba di negeri ini abad ke-13. Meskipun para penulis sejarah lokal seperti Prof. Dr. Hamka, berusaha membantah teori ini dengan mengatakan Islam masuk di Indonesia semenjak abad pertama atau kedua Hijriyah atau sekitar abad ke-7 Masehi, tetapi tidak cukup didengar karena kurangnya bukti sejarah secara formal yang bisa mendukungnya.
Teori kedua ini mengemukakan beberapa bukti, di antaranya ditemukannya batu nisan Sultan Samudera Pasai Malik al-Saleh tahun 1297. Tanda-tanda fisik batu nisan ini dihubungkan dengan corak khas batu nisan pekuburan Islam Gujarat-India. Jika saja nanti pada satu saat ada batu nisan lain lebih tua, maka teori ini bisa saja berubah. Sejumlah wilayah di kepulauan Indonesia mengklaim sudah menemukan bukti-bukti dan jejak-jejak penganut agama Islam di wilayahnya lebih awal dari teori Gujarat ini, tetapi belum diverifikasi lebih jelas akan bukti-bukti tersebut. Misalnya saja klaim Buton dan Fakfak, Papua Barat, tetapi sekali lagi belum bisa dibuktikan secara empiris klaim itu.
Bukti lain yang dikemukakan sejalan dengan teori ini ialah corak Islam tasawuf yang berkembang di masa awal abad ini, sama dengan Islam yang berkembang di anak benua India, yaitu Islam yang bercorak sufistik. Pekembangan Islam yang bercorak sufistik memang dominan di abad ke-13 karena abad ini dapat dikatakan abad kemunduran dunia Islam setelah sebelumnya mencapai kejayaan dengan predikat The Golden Age of Islamic Period. Sebelumnya, dunia Islam berhasil mencengangkan dunia dengan lahirnya tokoh-tokoh ilmuan yang luar biasa. Ada sekitar 27 orang ilmuan tersohor lahir di periode The Golden Age itu, antara lain Jabir ibn Hayyan yang dikenal sebagai The Father of Chemistry, Al-Khawarismi (The Father of The Math), Ibn Haitham (The Father of Modern Optics), Al-Farabi dan Ibn Sina (Neo Platonism), Al-Fazari (The Father of Modern Astrolabe), Al-Razi (The Father of Modern Huspital), Al-Biruni pernah mendapatkan gelar di Barat dengan Word's First Great Experimenter, dan ilmuan tersohor lainnya seperti Ibn Rusyd, dan sejumlah ilmua lainnya.
Islam yang masuk di Indonesia menurut para orientalis, ialah Islam yang sudah mundur kualitasnya karena serbuan pasukan Mongol yang menaklukkan pusat-pusat kerajaan Islam. Akhirnya dunia Islam berusaha menyembunyikan diri atau memberikan pembenaran diri dengan mengedepankan ilmu-ilmu tasawuf, seperti yang dikembangkan di India. Islam seperti inilah yang masuk ke Indonesia dalam abad ke-13. Teori ini dikritik sejumlah ilmuan dengan alasan Islam di Gujarat saat itu didominasi oleh Mazhab Hanafi sementara yang berkembang di Indonesia Mazhab Syafi’. Bahkan Gujarat pada saat itu masih dikuasai oleh kerajaan Hindu.
3. Teori Persia
Teori ini sering merujuk pendapat Prof Hoesein Djajadiningrat dan Umar Amir Husen. Bahkan, kedua tokoh ini dianggap sebagai pencetus teori ketiga. Kalangan ahli sejarah sering menyebut kepulauan Nusantara sebagai bagian dari wilayah operasi dakwah dan wilayah dagang kerajaan Persia di masa lalu. Mereka menemukan beberapa bukti antara lain dalam bentuk tradisi keagamaan sejumlah daerah seperti tradisi Tabut di Bengkulu dan tradisi maulid Cikoang di Takalar, Sulawesi Selatan. Tradisi dan lambang-lambang yang ditampilkan dalam upacara Tabut (atau Tabot, yang dapat dihubungkan dengan kata taubah atau pengampunan dosa dari Allah Swt). Hal yang sama juga sering ditampilkan dalam tradisi Maulud Lompoa di Cikoang, sangat diperkaya dengan tradisi yang mirip seperti apa yang dilakukan di sejumlah wilayah di Iran.
Kenyataan lain yang dijadikan bukti ialah banyaknya kosa kata Persia yang menjadi kosa kata Bahasa Melayu atau Bahasa Indonesia. Kosa kata di sekitar aktivitas pelabuhan seperti kata Syahbandar, sampai sekarang ini masih tetap menjadi bahasa aktual di pelabuhan Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Kantor Kedutaan Besar Iran di Jakarta pernah menerbitkan sebuah buku lumayan tebal tentang bahasa-bahasa Persia yang masuk di dalam perbendaharaan Bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa resmi maupun sebagai bahasa atau istilah prokem.
Kehadiran pengaruh Persia dalam masyarakat Indonesia memang tak terbantahkan. Persoalannya, apakah itu muncul sejak awal Islam yakni abad ke-7 Masehi atau datang belakangan, hal ini masih terus dalam perdebatan. Yang pasti, sejarah panjang Persia penuh dengan beberapa kebanggaan. Sejumlah besar ulama dan ilmuan di abad pertengahan berasal dari wilayah kekuasaan Persia. Ada yang mengatakan, seandainya sejak dahulu kala ada Hadiah Nobel (Noble Price) maka yang mendominasi Hadiah Nobel itu berasal dari kawasan Persia.
Kelemahan teori ini sama dengan teori lain, masih diperlukan bukti-bukti historis yang cukup untuk mengatakan teori ini paling benar. Kita berharap kiranya para peneliti sejarah terus lebih giat mencari bukti-bukti otentik masuknya Islam di Indonesia .
4.Teori Cina
Menurut teori ini, proses kedatangan Islam di Indonesia berasal dari para perantau Cina. Orang Cina telah berhubungan dengan masyarakat Indonesia jauh sebelum Islam dikenal di Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha orang Cina telah berbaur dengan penduduk Indonesia, terutama melalui kontak dagang. Bahkan, ajaran Islam telah sampai di Cina pada abad Vll Masehi saat Islam sedang berkembang.
Sumanto Al-Qurtuby dalam bukunya Arus Cina Islam-Jawa menyatakan bahwa pada abad Vll Masehi, di daerah Kanton, Zhang-Zhao, Quanzhou, dan pesisir Cina bagian selatan telah terdapat sejumlah permukiman Islam.
Menurut sejumlah sumber lokal (kronik) diketahui bahwa raja Islam pertama di Demak, yaitu Raden Patah merupakan keturunan Cina. Kenyataan Ini dikarenakan ibu Raden Patah berasal dari Campa, Cina bagian selatan.
Berdasarkan Sajarah Banten dan” Hikayat Hasanuddin nama dan gelar raja-raja Demak beserta leluhurnya ditulis dengan menggunakan istilah Cina seperti Cek Ko Po, Jin Bun, Cek Ban Cun, Cun Geh, dan Cu-cu. Nama-nama seperti Munggul dan Moechoel ditafsirkan merupakan kata lain dari Mongol, sebuah wilayah di utara berbatasan dengan Rusia .
Demikian Proses dan teori masuknya Islam indonesia . Semoga bisa bermanfaat dan mudah dipahami oleh pembaca . Mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan kata atau kalimat
Sekian dan terima kasih
Wassalamualaikum wr.wb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar