Assalamualaikum wr.wb
Kali ini saya akan membagikan cerpen yang berjudul "Kang Dasrip "oleh Emha Ainun Najib" . Mari kita simak isinya di bawah ini .
Tetapi ternyata mereka banyak yang kurang ajar. Yang dulu ia mbuwuhi Rp.200 sekarang kok cuma Rp.100 . Yang dulu ia beras sekilo , sekarang mbuwuhi setengah kilo . Bahkan , ada yang lebih laknat lagi ; datang tanpa bawa apa-apa , padahal ikut makan dan minum . Apa tak kurang ajar . Kang Dasrip marah sambil mengumpat . Ia rugi kira kira lima belas ribu . Gagalah ia membeli radio buat anaknya . Sedang si Daroji sudah merengek-rengek .
Tapi kemudian , ternyata kang fasrip punya rencana diam diam . Ia mengambil sisa-sisa surat undangan , kertas cetakan yang dibelinya di toko dan tinggal mengisi nama yang diundang . Dibagian belakangnya yang kosong ia pergunakan untuk menulis surat . Ternyata ditujukan kepada para undangan yang kurang ajar itu . " Saya dulu mbuwuhi Rp.200 kok sekarang saudara Rp.100 " tulisnya . "Saya mbuwuhi ....kok sekarang...."demikian ia tulis sampai 23 surat .
Ketika surat itu selesai diantarnya , ributlah orang desa . Ada yang tertawa , ada yang memaki maki . Yang jelas surat itu dengan cepat menjadi bahan gunjingan . Bahkan ternyata ada juga yang dikirim ke undangan dari desa sebelah m maka makin keraslah tanggapan orang desa ."Memalukan desa kita !" Kecam mereka .
Dan akhirnya kang Dasrip memang tidak menikmati hasil apa-apa dari tindakan kebingungan itu , kecuali nama yang memilukan . Bahkan lebih dari itu , di tengah malam ia gelisah karena genting rumahnya ada yang melempari . Kang Dasrip naik pitam , ia keluar rumah dan hendak berlari mengejar pelakunya . Tapi tentu saja sia-sia . Malam amat pekat dan lingkungan begitu rimbun untuk ditembus . Akhirnya ia masuk kembali dan terenga-engah di kursi . Istrinya ketakutan , kang Dasrip berusaha meredakan dirinya . "Mereka-mereka itu undangan kurang ajar!" Katanya .
Paginya kang Dasrip berpamitan kepada Daroji akan ke kota untuk beli radio hingga bersukacitalah anak itu . Tapi siangnya kang Dasrip datang dengan wajah sendu . "Tadinya dicopet dipasar ,Nak.....!"ujarnya . Daroji menangis .
Coba pikir . Perhitungan kang Dasrip sudah bisa dibilang matang . Ia keluarkan biaya sedikit mungkin untuk hajatan khitanan anaknya ini . Ia tidak bikin tenda di depan rumahnya karena akan menghabiskan banyak bilah bambu dan gedhek (dinding dari bambu) ,melainkan cukup membuka gedhek di bagian depan rumahnya . Dengan demikian , beranda dan rumah depan rumahnya menjadi tersambung dan bisa dijadikan tempat upacara khitanan . Ia tidak pakai acara macam-macam . Cukup panggil tukang khitan dengan bayaran dua ribu rupiah . Kemudian tak usah nanggap wayang atau ketoprak , ludruk , lagu-lagu dangdut atau khasidahan atau apa saja asal ada kasetnya . Semua biaya cukup tiga ribu rupiah , untuk waktu sehari semalam penuh .
Biaya yang tidak bisa dielakkan banyakanya ialah untuk suguhan , makan-minum dan jajan rokok . Yang diundang tak usah banyak-banyak . Cukup kerabat terdekat , tetapi terutama orang-orang yang dulu pernah mengundangnya berhajat . Kang Dasrip punya catatan berapa banyak ia memberi beras atau uang untuk buwuh ke undangan-undangan dulu itu . Jadi berdasarkan jumlah buwuhnya itu , pada acara khitanan anaknya ini , ia yakin pasti memperoleh jumlah yang sama . Bahkan bisa lebih banyak .
Kang Dasrip kecewa dan agak bingung . Anaknya , Daroji yang belum sembuh karena dikhitan kemarin , kini sudah mulai menagih . Sebelum hajat khitan ini memang ia sudah berjanji kepada anaknya akan memberikan radio merk Philip seperti kepunyaan Wak haji Kholik . Tapi mana bisa .perhitungannya ternyata meleset . Ia bukanya mendapat laba dengan hajatan ini , malah rugi . Para tamu undangan banyak yang kurang ajar .
"Sudahlah ,kang tak usah bingung . Kita nunggu sewa kita yang untuk tebu saja untuk beli radio itu " kata istri kang Dasrip .
"Kau kira berapa uang sewa sawah kita ?" Kang Dasrip malah makin kelihatan berang ."mereka seenaknya memberi harga sawah kita untuk ditanami tebu .ngomongnya saja tebu rakyat ! Tapi nyatanya malah maksa-maksa kita dan tebunya juga milik pabrik! Punya pemerintah!" .
Istrinya tak berani membantah . Tapi kang Dasrip sendiri toh hanya bisa bingung .
"Biarlah nanti aku yang ngomongi Daroji " kata istrinya lagi
" Ngomongi apa , dia anak kecil"
" Ya disuruh sabar "
Kang Dasrip tertawa kecut "sabar sampai kapan ?"
"Kita kan bisa usaha."
"Usaha apa ?"
"Soal sewa tanah untuk tebu itu misalnya. Kau kan bisa minta pak lurah untuk menaikkan harga sewanya".
Tertawa kang Dasrip semakin keras nyaris meruntuhkan dinding gedhek rumahnya . "Kau kira lurah kita pahlawan ya! Dia takut sama atasan . Atasannya itu ada main sama yang ngurus tebu . Dan lagi lurah kita pasti juga dapat apa-apa . Dia sudah punya sawah berhektar-hektar , pajak dari kita tak tahu larinya kemana , uang pembanguan desa sedikit sekali hasilnya , tapi dia belum merasa puas , dia masih merasa kurang kaya....!"
"Jadi bagaimana ?" Istrinya tampak sedih
" Ya bagaimana !memang bagaimana!" Jawab kang Dasrip
Mereka kemudian tak berkata-kata lagi.
Selesai
Demikian isi cerpen yang saya berikan . Semoga bisa bermanfaat bagi pembaca . Ikuti terus blog ini agar tetap mendapatkan berbagai macam ilmu yang bermanfaat .
Sekian dan terima kasih
Wassalamualaikum wr.wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar