Sejarah Lahirnya dan Runtuhnya VOC Belanda

 

Assalamualaikum wr.wb

Selamat Datang di blog ini , kali ini saya akan memberikan sejarah lahir dan runtuhnya VOC . Mari kita simak perjalanan sejarah di bawah ini .



A. Lahirnya VOC 


             tujuan kedatangan orang-orang Eropa ke dunia timur antara lain untuk mendapatkan keuntungan dan kekayaan.  Tujuan ini boleh dikatakan dapat dicapai setelah mereka menemukan  rempah-rempah di Kepulauan Nusantara. Berita tentang keuntungan yang melimpah berkat perdagangan rempah-rempah itu menyebar luas. Para pedagang atau perusahaan dagang Portugis bersaing dengan para pedagang Belanda, bersaing dengan para pedagang  Spanyol, bersaing dengan para pedagang Inggris, dan seterusnya. Bahkan tidak hanya antarbangsa, antarkelompok atau kongsi dagang, dalam satu bangsapun mereka saling bersaing. Oleh karena itu, untuk memperkuat  posisinya di dunia timur masing-masing kongsi dagang dari suatu negara membentuk persekutuan dagang bersama.  

       Persaingan yang cukup keras juga terjadi di antarperusahaan dagang orang-orang Belanda. Masing-masing ingin memenangkan kelompoknya agar mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Kenyataan ini mendapat  perhatian khusus dari pihak pemerintah dan parlemen Belanda, sebab persaingan antarkongsi Belanda juga akan merugikan Kerajaan Belanda sendiri. Terkait dengan itu, maka pemerintah dan Parlemen Belanda (Staten Generaal) pada 1598 mengusulkan agar antarkongsi dagang Belanda bekerja sama membentuk sebuah perusahaan dagang yang lebih besar. Usulan ini baru terealisasi empat tahun berikutnya, yakni pada 20 Maret 1602  secara resmi dibentuklah persekutuan kongsi dagang Belanda di Nusantara sebagai hasil fusi antarkongsi yang telah ada. Kongsi dagang Belanda ini  diberi nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) atau dapat disebut  dengan “Perserikatan Maskapai Perdagangan Hindia Timur/Kongsi Dagang  India Timur”. VOC secara resmi didirikan di Amsterdam. 

Adapun tujuan  dibentuknya VOC ini antara lain untuk: 

(1) menghindari persaingan yang tidak sehat antara sesama kelompok/kongsi pedagang Belanda yang telah  ada, 

(2) memperkuat kedudukan Belanda dalam menghadapi persaingan  dengan para pedagang negara lain. 



VOC dipimpin oleh sebuah dewan yang beranggotakan 17 orang, sehingga disebut “Dewan Tujuh Belas” (de Heeren XVII). Mereka terdiri dari delapan  perwakilan kota pelabuhan dagang di Belanda. Markas Besar Dewan ini berkedudukan di Amsterdam. Dalam menjalankan tugas, VOC ini memiliki  beberapa kewenangan dan hak-hak antara lain: 

1. melakukan monopoli perdagangan di wilayah antara Tanjung  Harapan sampai dengan Selat Magelhaens, termasuk Kepulauan Nusantara, 

2. membentuk angkatan perang sendiri, 

3. melakukan peperangan, 

4. mengadakan perjanjian dengan raja-raja setempat, 

5. mencetak dan mengeluarkan mata uang sendiri, 

6. mengangkat pegawai sendiri, dan 

7. memerintah di negeri jajahan. 



Sebagai sebuah kongsi dagang, dengan kewenangan dan hak-hak di atas, menunjukkan bahwa VOC memiliki hak-hak istimewa dan kewenangan yang  sangat luas. VOC sebagai kongsi dagang bagaikan negara dalam negara. Dengan memiliki hak untuk membentuk angkatan perang sendiri dan boleh  melakukan peperangan, maka VOC cenderung ekspansif. VOC terus berusaha  memperluas daerah-daerah di Nusantara sebagai wilayah kekuasaan dan  monopolinya. VOC juga memandang bangsa-bangsa Eropa yang lain sebagai  musuhnya. Mengawali ekspansinya tahun 1605 VOC telah berhasil mengusir  Portugis dari Ambon. Benteng pertahanan Portugis di Ambon dapat diduduki  tentara VOC. Benteng itu kemudian oleh VOC diberi nama Benteng Victoria Pada awal pertumbuhannya sampai tahun 1610,  “Dewan Tujuh Belas” secara langsung harus  Menjalankan tugas-tugas dan menyelesaikan  berbagai urusan VOC, termasuk urusan  ekspansi untuk perluasan wilayah monopoli.  Dapat Kamu bayangkan “Dewan Tujuh Belas”  yang berkedudukan di Amsterdam, Belanda  Mengurus wilayah yang ada di Kepulauan  Nusantara. Sudah barang tentu “Dewan Tujuh Belas” tidak dapat menjalankan tugas sehari￾hari secara cepat dan efektif. Sementara itu persaingan dan permusuhan dengan bangsa￾bangsa lain juga semakin keras. Berangkat dari permasalahan ini maka pada 1610 secara kelembagaan diciptakan jabatan  baru dalam organisasi VOC, yakni jabatan gubernur jenderal. Gubernur jenderal merupakan jabatan tertinggi yang bertugas mengendalikan kekuasaan di negeri jajahan VOC. Di samping itu juga dibentuk “Dewan  Hindia” (Raad van Indie). Tugas “Dewan Hindia” ini adalah memberi nasihat dan mengawasi kepemimpinan gubernur jenderal. Gubernur jenderal VOC  yang pertama adalah Pieter Both (1610-1614). Sebagai gubernur jenderal yang pertama, Pieter Both sudah tentu harus mulai menata organisasi kongsi dagang ini sebaik-baiknya agar harapan mendapatkan monopoli perdagangan  di Hindia Timur dapat diwujudkan. Pieter Both pertama kali mendirikan pos  perdagangan di Banten pada tahun 1610. Pada tahun itu juga Pieter Both  meninggalkan Banten dan berhasil memasuki Jayakarta. Penguasa Jayakarta  waktu itu, Pangeran Wijayakrama sangat terbuka dalam hal perdagangan.  Pedagang dari mana saja bebas berdagang, di samping dari Nusantara juga  dari luar seperti dari Portugis, Inggris, Gujarat/India, Persia, Arab, termasuk  juga Belanda. Dengan demikian Jayakarta dengan pelabuhannya Sunda kelapa menjadi kota dagang yang sangat ramai. Kemudian pada tahun 1611  Pieter Both berhasil mengadakan perjanjian dengan penguasa Jayakarta, guna pembelian sebidang tanah seluas 50x50 vadem ( satu vadem sama dengan 182 cm) yang berlokasi di sebelah timur Muara Ciliwung. Tanah inilah yang menjadi cikal bakal hunian dan daerah kekuasaan VOC di tanah  Jawa dan menjadi cikal bakal Kota Batavia. Di lokasi ini kemudian didirikan  bangunan batu berlantai dua sebagai tempat tinggal, kantor dan sekaligus gudang. Pieter Both juga berhasil mengadakan perjanjian dan menanamkan  pengaruhnya di Maluku dan berhasil mendirikan pos perdagangan di Ambon .





B. Runtuhnya VOC (menuju kebangkrutan )


Pada abad ke-17 hingga awal abad ke-18, VOC mengalami puncak kejayaan. Penguasa dan kerajaan-kerajaan lokal berhasil diungguli. Keuntungan perdagangan rempah￾rempah juga melimpah. Namun di balik itu ada persoalan-persoalan yang  bermunculan. Semakin luas daerahnya, pengawasan juga  semakin sulit. Kota Batavia semakin ramai dan semakin padat. Orang-orang timur asing seperti Cina dan Jepang diizinkan tinggal di Batavia. Sebagai  pusat pemerintahan VOC, Batavia juga semakin dibanjiri penduduk, sehingga  tidak jarang menimbulkan masalah-masalah sosial. 

Pada tahun 1749 terjadi perubahan yang mendasar dalam lembaga  kepengurusan VOC. Pada tanggal 27 Maret 1749, Parlemen Belanda  mengeluarkan UU yang menetapkan bahwa Raja Willem IV sebagai penguasa tertinggi VOC. Dengan demikian, anggota pengurus “Dewan Tujuh Belas” yang semula dipilih oleh parlemen dan provinsi pemegang saham (kecuali  Provinsi Holland), kemudian sepenuhnya menjadi tanggung jawab Raja. Raja juga menjadi panglima tertinggi tentara VOC. Dengan demikian VOC berada di bawah kekuasaan raja. Pengurus VOC mulai akrab dengan pemerintah  Belanda. Kepentingan pemegang saham menjadi terabaikan. Pengurus  tidak lagi berpikir memajukan usaha perdagangannya, tetapi berpikir untuk  memperkaya diri. VOC sebagai kongsi dagang swasta keuntunganya semakin  merosot. Bahkan tercatat pada tahun 1673 VOC tidak mampu membayar  dividen. Kas VOC juga merosot tajam karena serangkaian perang yang telah  dilakukan VOC dan beban hutang pun tidak terelakkan. Sementara itu para pejabat VOC juga semakin feodal. Pada tanggal 24 Juni  1719 Gubernur Jenderal Henricus Zwaardecroon mengeluarkan ordonansi  untuk mengatur secara rinci cara penghormatan terhadap gubernur jenderal, kepada Dewan Hindia beserta isteri dan anak-anaknya. Misalnya, semua  orang harus turun dari kendaraan bila berpapasan dengan para pejabat  tinggi tersebut, warga keturunan Eropa harus menundukkan kepala, dan  warga bukan orang Eropa harus menyembah. Kemudian Gubernur Jenderal  Jacob Mosel juga mengeluarkan ordonansi baru tahun 1754. Ordonansi ini  mengatur kendaraan kebesaran . Nampaknya para pejabat VOC sudah gila hormat dan ingin berfoya-foya. Sudah barang tentu ini juga membebani anggaran. Posisi jabatan dan berbagai simbol kehormatan tersebut tidaklah lengkap tanpa hadiah dan upeti. Sistem upeti ini ternyata juga terjadi di kalangan para pejabat, dari pejabat di bawahnya kepada pejabat yang lebih tinggi. Hal ini semua terkait dengan mekanisme pergantian jabatan di tubuh organisasi  VOC. Semua bermuatan korupsi. Gubernur Jenderal Van Hoorn konon  menumpuk harta sampai 10 juta gulden ketika kembali ke Belanda pada  tahun 1709, sementara gaji resminya hanya sekitar 700 gulden sebulan.  Gubernur Maluku berhasil mengumpulkan kekayaan 20-30 ribu gulden  dalam waktu 4-5 tahun, dengan gaji sebesar 150 gulden per bulan. Untuk  menjadi karyawan VOC juga harus dengan menyogok. Pengurus VOC di  Belanda memasang tarif sebesar f 3.500,- bagi yang ingin menjadi pegawai  onderkoopman (pada hal gaji resmi per bulan sebagai onderkoopman hanya f.40,-), untuk menjadi kapitein harus menyogok f.2000,- dan begitu  seterusnya yang semua telah merugikan uang lembaga. Demikianlah para pejabat VOC terjangkit penyakit korupsi karena ingin kehormatan dan kemewahan sesaat. Beban utang VOC semakin berat, sehingga akhirnya  VOC sendiri bangkrut. Bahkan ada sebuah ungkapan, VOC kepanjangan dari Vergaan Onder Corruptie (tenggelam karena korupsi) .






Demikian artikel tentang VOC , semoga bisa bermanfaat bagi pembaca . Ikuti terus Laman Blog ini agar tetap mendapatkan berbagai ilmu .

Sekian dan terimakasih 

Wassalamualaikum wr.wb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar